Pada saat saya lahir saya tidak bisa memilih orang tua mana yang saya inginkan. Mungkin juga suatu saat nanti sang Maha Pencipta bisa direquest, saya minta jadi anaknya Sultan Bolkiah, kenapa ? Iya Tuhan soalnya kaya, tapi saya bisa request sama Sultan Bolkiah, kalau saya nikah baju nikahnya tidak berhijab, kan enggak bisa seperti itu juga.
Bukan kebetulan saya lahir dari kedua orang tua alumni ITS, karena saya rasa tidak ada hal yang namanya kebetulan, pasti ada alasan indahnya. Akhirnya saya ditakdirkan juga masuk ke ITS dan ketiga adik saya pun alumni ITS. Padahal saya ingin sekali kuliah di Bandung di universitas negeri jurusan sosial. Lingkungan pergaulan saya pun akhirnya selektif juga, saya berteman dengan anak-anak yang ortunya alumni ITS, tetapi Maha Pendengar mengabulkan permintaan saya, masuklah saya ke jurusan Teknik Penyehatan, jurusan baru dimana sebagian besar dosennya alumni ITB. Jadi saya merasakan aura keragaman dalam hidup saya, tidak lihat kiri ITS, lihat kanan ITS, maju mundur cantik. Masuk ke jurusan itu, saya selalu menghadapi berbagai pertanyaan dari teman- teman saya, jurusan apa sih ? TP = Teknik Perempuan ? atau jurusan yang membuat alat-alat kesehatan, Jurusan Aerobik supaya sehat selalu :) . Pertanyaan itu selalu muncul ketika di Teknik Penyehatan dan berubah setelah berganti nama menjadi Jurusan Teknik Lingkungan, bukan Progam Studi lagi dari Jurusan Teknik Sipil.
Saya bukan orang yang gagal move on, tetapi ada kejadian yang lucu pada saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar SDK Stella Maris Surabaya, saat itu saya kelas 5 SD, sekitar tahun 1981. Saya adalah penikmat mata pelajaran IPS dan selalu mendapat nilai terbaik dari pelajaran itu, ternyata saya tidak mendapatkan nilai sempurna karena saat menjawab singkatan dari ITS adalah ? Saya jawab Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan jawaban saya dicoret dan saya protes ke guru saya dan memberi bukti nama ITS dan ternyata semua isi kelas menjawab ITS adalah Institut Teknologi Surabaya, sama seperti ITB, dan gurunya pun tidak mau diberi tahu sama saya bahwa kebenaran itu pahit Jendral ! Dan sampai sekarang saya tidak bisa melupakan kejadian itu.
Kembali lagi ke ITS, saya mendapatkan pertanyaan dari senior - senior saya ketika saya yang tidak punya Hak Vote di media sosial lebih mendukung Profesor Joni Hermana daripada kandidat yang sebenarnya saya tahu kapasitasnya tapi alumni ITS.
Saya tahu teman- teman di Jakarta sungguh mencintai ITS dan selalu memperjuangkan nama ITS menjadi perguruan terbaik di ibukota. Perasaan kecewa bercampur aduk pastilah dirasakan keluarga besar saya yang membesarkan saya di Jakarta, keluarga IKA ITS.
Beda sekali yang saya rasakan di Surabaya, di perantauan kita jauh lebih guyub daripada teman-teman yang begitu lulus mereka menetap di kota Surabaya, bahkan saat reuni jurusan ketika saya minta untuk tetap menyanyikan lagu Hymne ITS, mereka pada kelabakan, gak hafal. Di Jakarta, karena ada event yang melibatkan nama besar ITS, kami jadi hafal lagu itu, bahkan mengusung Paduan Suara Mahasiswa untuk menyanyikan hymne ITS di Jakarta.
Tidak dapat disalahkan di lingkungan kampus para dosen, karyawan dan mahasiswa lebih memilih kandidat yang ternyata bukan alumni ITS. Saya sebagai mahasiswa dari beliau jelas mendukung beliau bukan karena saya tidak punya golongan darah ITS, tetapi saya lebih berpikir bahwa saya percaya dengan beliau, seorang pendidik, dan saya lulus TAnya diuji oleh beliau, sumber- sumber materi saya juga saya dapatkan dari sepupu saya Teknik Fisika ITB, dan pembimbing TA saya juga alumnus ITB. Tapi dimanapun saya berada saya bangga jadi Alumnus ITS.
Kebiasaan bergaul dengan orang di luar ITS membuat saya di lingkungan pergaulan kerja di Jakarta, saya tidak minder berhadapan dengan alumni manapun juga. Bahkan saya bekerja di perusahaan yang Ownernya lulusan ITB seorang technopreanur, orang Tionghoa, masih merayakan imlek, tetapi ketika rapat ada suara adzan, beliau berkenan saya meninggalkan ruangan untuk menjalankan kewajiban sebagai umat muslim. Di salah satu BUMN saya diterima oleh Bos saya Ketua Iluni UI untuk Bridge, dan saya direkomendasikan teman ITS ke bos saya itu, tapi beliau selalu menghargai saya ketika saya berorganisasi dengan IKA ITS Jakarta Raya, beliau selalu dukung saya. Dan sesekali saya ijin pulang lebih awal karena ada kegiatan alumni di Jakarta.
Apa yang saya rasakan mudah-mudahan bisa dirasakan oleh Prof.Joni Hermana, dimana kita berpijak disitu langit dijunjung. Di lingkungan kampus Prof Joni jauh lebih populer daripada di lingkungan Alumni ITS, karena memang beliau tidak pernah diundang karena bukan alumni ITS. Menurut saya teman- teman Alumni yang masih kecewa Tidak Kenal Maka Tak Sayang....gitu saja kok repot.
Saya tidak ingin sebagian teman- teman Alumni hanya bisa kecewa, Insha Allah Prof Joni Hermana dapat mewujudkan bahwa ITS adalah rumah kita. Dimana alumni bisa tetap berhubungan baik dengan almamaternya dan civitas akademika yang berada di dalamnya. Lupakan proses pemilihannya, saya rasa biar negoisasi dengan pak Menterinya hebat, saya anggap menterinya menikmati sirup jadi kebanyakan, Suara orang waras masih dikawal lebih 1 suara itu bukan kebetulan, itu adalah Jalannya Allah.
Di Surabaya ada 2 koran lokal yang memuat berita terpilihnya Rektor ITS, di rumah saya langganan koran Surabaya Post, dan saya beli koran Jawa Pos untuk pembanding berita.
Nah koran yang satu ini memang lebih provokatif dia berada di Surabaya tetapi nadanya tidak enak, jadi buat resah para alumni di Jakarta. Kalau saya jadi Alumni yang nggerundel, diperdatakan saja korannya karena tidak punya kode etik bagaimana menulis judul yang baik, pemilihan Rektor ini bukan masalah ITB dan ITS, tetapi bagaimana kita memilih orang baik dan orang yang belum mau jadi baik lagi.
Bacaan saya Surabaya Post, komposisi beritanya eleganlah.
ITS Rumah Kita Sendiri, sederhana namun maknanya dalam.
Saya legalisir ijazah saya untuk kepentingan tender, di rektorat ijazah saya dilegalisir sama beliau, saya ndak canggung berada di kampus, yang mungkin orang kampus sudah tidak ingat saya Alumni sana.
Mari kita dukung bersama, sudah tidak mempermasalahkan lagi alumni mana, darimana kita berasal, dinamika yang kita jalani adalah proses menuju yang terbaik yang kita dapatkan, saya juga tidak menyesali saya lulusan ITS, meskipun saya banyak bekerja di bidang komunikasi.
Salam Manis Selalu
Bersatulah semua seperti dahuluLihatlah kemuka Keinginan luhur kan terjangkau semua
- Lirik Lagu Pemuda (Chaseiro) -
Bersatulah semua seperti dahuluLihatlah kemuka Keinginan luhur kan terjangkau semua
- Lirik Lagu Pemuda (Chaseiro) -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar