Teriknya matahari di Kota Surabaya, tidak membuat manusia di kota ini hanya bisa misuh dan bicara kasar. Tetapi orang Surabaya ini terkenal lucunya. Sejarah membuktikan bahwa di jaman penjajahan Jepang pun orang bisa guyonan. Salah satu parikan dari Cak Durasim yang namanya diabadikan menjadi Gedung Taman Budaya Cak Durasim milik pemkot ini adalah "Pagupon Omahe Doro, Melu Nippon Nambah Soro."
Pemilihan cerdas buat penggagas acara Bangku Taman "Dono" untuk kembali ke Gedung ini agar para komedian tidak melupakan sejarah komedi, meskipun Stand Up Comedy yang diadopsi dari bahasa Inggris seperti komedian-komedian luar tetap tidak melupakan sejarah komedian leluhur Suroboyo. Dijajah Londo tapi tidak melondo.
Masuk ke Gedung Cak Durasim seperti flash back bahwa tahun 80an, warga Surabaya punya THR dan seperti melihat bapak saya mengajak kami sekeluarga nonton Srimulat, dan masih terbayang candaan almarhum Asmuni "Hil Mustahil", almarhum Gepeng "Untung Ada Saya" , Mamik Prakoso " Mak Bedunduk". Kemudian terbayang kembali saat saya merantau di Jakarta, dimana komunitas arek Suroboyo di kota itu selalu mengajak kami kembali tidak melupakan akar budaya menonton Cak Kartolo di TIM dengan tiket Rp.350.000,- sebelum pertunjukan kita bisa menikmati Lontong Balap, dan Semanggi yang rasanya gak enak dengan harga Rp.20.000 per porsi, bila pakai kerupuk puli harganya nambah lagi jadi tidak include tapi kuliner itu tetap rame timbang di Sepak Jaran demi eksis dadi warga Surabaya yang merantau di Jakarta.
Karena saya tidak minggat, saya kembali lagi ke Surabaya. Nonton acara Stand Up Comedy yang diperkenalkan oleh anak saya yang bacaan bukunya Raditya Dika, mungkin tahun 80an saya dengernya kaset Prambors, Cak Kartolo, Cak Sidiq jadi baru saya baca 2 halaman wes males neruskan (maklum beda generasi ), dari acara open mic saya mengenal komunitas Stand up Comedy Surabaya, menurut saya lebih baik daripada saya yang ibu-ibu bergaul dengan ibu-ibu arisan di cafe, dan nurut sama anak saya untuk menyukai acara ini, kadang saya bingung kenapa anak saya seperti bapak saya ngajak ke seni pertunjukan komedi, justru kaset - kaset Warkop Prambors yang dibelikan bapak saya kan inisiatif bapak saya, kemudian setelah saya punya anak, justru inisiatif dialah yang membuat saya datang ke acara-acara kompetisi Stand Up Comedy yang diadakan oleh Kompas TV.
Kembali lagi ke Cak Durasim, saya tidak menemukan saat masuk ada booth Starbuck ngopi2 terus ngobrol dulu dengan artis - artis nya seperti di Gedung Kesenian Jakarta. Acara ini jauh dari sponsor dan dukungan pemkot padahal termasuk yang memperkaya hiburan di kota ini. Komunitas Stand Up Surabaya dengan modal twitter secara mandiri membuat hiburan segar dan pertunjukan ini berjalan hanya mengandalkan dari penjualan tiket yang hanya Rp. 25.000 - Rp.35.000 dengan kapasitas penonton 500 orang. Tetap bonek, energi anak muda. Masuk tekape disambut oleh Angga Prameswara tokoh komunitas ini, dan artis-artis Kompas TV, Muslim & Yudit. Seperti keluarga Spongebob square pant manusia-manusia lucu ini ingin membuat nyaman pengunjung untuk hadir ke rumah mereka, dan terbayang wajah-wajah penyuwek tiket, terus terang saya anti kalau lihat tiket yang bisa dijadikan pembatas buku terus disuwek dengan tidak hormat, ternyata kegalauan saya tidak terbukti, sekarang mereka pakai gunting.
Duduk manis sambil mengamati bahwa gedung ini sudah terisi 90% penonton, dengan arahan yang tertib dari para anggota komunitas ini, panggung yang sekeling Yuda Keling (finalis Suci4) dan sorotan Lighting di depan kiri kanan panggung, akhirnya para audien menunggu waktu dengan main Pokopang dan eksis di media sosial. Tanpa backsound, tanpa kehadiran penjual pop corn, dan akhirnya saya pun eksis di twitter, " ayo Dono lang ndang dimulai."
Dimulai dari kwartet akustik di kiri panggung (dilihat dari posisi penonton) yang semuanya anggota komunitas ini, dan gak tau mau ngapain, sampai salah satu personilnya metik gitar Doremifasollasido udah ditepokin para abege....sampai akhirnya Dono maju, malam ini Dono sang penggagas tampil loyo (mungkin energinya sudah habis mikirin pertunjukan), tidak selucu saat dia ngemce di acara open mic, dan sepertinya dia juga merangkap sebagai Lighting Desainer sehingga perlu teriak sama operatornya Dimmer Mana Dimmer ? (ini bahasa saya bahasanya Dono tidak sembois itu tapi itu maksudnya). Dono tampil sebagai MC pembuka, dan membacakan tata tertib untuk penonton saat pertunjukan. Sudah standard internasional meskipun diselipin dengan khas Dono. Pembukaan acara ini jeda terlalu panjang, tapi terhibur saat semua cahaya sudah digelapin, dan opera dimulai...Untungnya gedung ini punya akustik yang bagus tidak seperti di Grah ITS yang suara bisa ambyar kemana- mana, gak perlu mbayar larang Sound Engineer.
sumber foto : twitter standupindo Surabaya
Untuk budget hemat property serta penayangan tata cahaya cukup lumayan, meskipun tanpa Follow Spot, serba minimalis buat kaum fotographer dan cameramen video tetap manis diabadikan. Sekali lagi saya salut dengan usaha seni pertunjukan, kalau tidak salah Art Directornya Deddy Gigis ya ?
Dengan alunan akustik, komika pertama dibuka dengan keresahan Wira atas adegan di Taman, hal yang terjadi membuatnya nampak bullshit diabadikan dengan guyonan segarnya. Komika berpenampilan terbaik ini pasti lolos dari Fashion Police, Old School Fashion Stylenya mampu mencuri abege-abege cewe untuk tepok tangan walaupun Wira banyak misuh untuk cewe unyu-unyu...Kalau Wira lolos jadi finalis Suci4, pasti produser sudah buatin progam Fashion Kepo. Sweater yang mencuri pemerhati fashion membuat Wira sebagai pembuka tampil aman.
Sumber Foto : Twitter StandUpIndo Surabaya
Komika kedua adalah Idham Bangsa, busyet si Nizam mirip banget dengan komika ini. Gaya menaikkan celana khas kegendutan dan mengakhiri dengan pesan-pesan politik, Idham sepertinya nyadar kalau dia berada dalam kepemimpinan tokoh ORBA, yang masih dalam kasus HAM tahun 1998 dia sudah tidak bebas berak di sembarang tempat.
Komik Ketiga Firza, namanya sama ya dengan nama saya. Tapi nama saya dirancang dengan baik karena saya anak pertama dari kata First karena nama bapak saya diawali dengan huruf F nama saya harus pakai huruf F, dan nama sambungannya Firsa Hanita karena ibu saya namanya diawali dengan huruf H, dan saya Wanita...sebenarnya nama yang maksa, tetapi ini buah keromantisan kisah kasih ortu. Dan nama komika ini Firza sebagai anak kedua mungkin karena pas ngasih nama bokapnya lagi mabuk cinta. Komika ini seorang Family Man, mengajak keluarganya untuk menonton dia perform, dan ada empowering bahwa meskipun dengan kenakalannya dia menceritakan bapaknya, tapi ada nada bahwa dia rindu dan cinta akan bapaknya. Buat saya Firza adalah Munaharom = Muka Nakal Hati Roman....semoga kamu jadi komedian sukses yang membanggakan bapakmu ya..
Ada Ubed, pecinta Coboy Junior yang terobsesi jadi Iqbal. Bajoel dengan pisuhannya khas Suroboyo "sakno pacarmu Le....", ada Syahdam dengan komedi berbahasa Inggrisnya semoga cita-citamu bersama Cinta Laura & Agnes Monica untuk Go International lancar jaya seluas wilayah cakupan Indomart. Ada Kardjo anak Teknik Lingkungan ITS sealmamater sama saya, tapi dia anak Wagir, beda jaman kalau jaman saya dulu banyak kambing masuk ruang kelas sekarang jadi kucing, mungkin jaman 20 tahun ke depan sudah banyak Miki mouse...
Secara keseluruhan Bangku Taman adalah keresahan anak muda jaman twitter yang bolak-balik dibilang Dono untuk memfollow ooh Fakir Follower, dimana genre komedi saat ini ukuran sukses dilihat dari banyaknya follower, Raditya Dika 5 juta follower saja saya gak percaya, tapi saya tidak menyalahkan fenomena Fakir Follower ini karena Obama sampai bosnya media terbesar di Surabaya melakukan hal ini. Buat saya kesederhanaan tapi ketika anda mengena di hati para penikmat seni, maka dengan tanpa tekanan dan permintaan untuk memfollow akan datang sendiri. Surabaya sudah haus dengan acara-acara bergizi, dan tidak pragmatis. Saya datang karena saya mengapresiasi apa yang anda lakukan, saya memfollow karena saya suka komunitas ini cukup solid dan mungkin kelak di kemudian hari menjadi komunitas yang bisa menghadirkan hiburan-hiburan berkelas, ibarat di musik anda harus jadi progressive Rock !
# kritikan saya adalah jangan terlalu mengumbar kata Jancuk kalau bisa memperkaya dengan kata-kata yang lebih cerdas, jancuk itu memang mbois, surabaya puool....tapi mungkin dimasukkan pada bit yang tepat gak turah sak enggon-enggon....
Bijak selalu keep laugh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar